Aliran dalam filsafat dan tokohnya


A. PENDAHULUAN
Filsafat merupakan ilmu yang tidak mudah untuk di mengerti, karna filsafat membutuhkan pemikiran yang mendalam.karna itulah sedikit sekali orang yang mau belajar filsafat, padahal tanpa mereka ketahui betapa pentingnya ilmu filsafat untuk membantu akidah dan keyakinan mereka.
Disini kami mencoba mendefinisikan apa itu filsafat? tujuan mempelajari filsafat, aliran – aliran dalam filsafat beserta tokoh-tokohnya  serta istilah-istilah yang berhubungan dengan filsafat.
Semoga bermanfaat terutama bagi saya sendiri dan orang lain yang membacanya.amiin.

B. PEMBAHASAN

I. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
 Menurut Harold Titus, dalam arti sempit filasafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup.

II. Aliran- aliran dalam Filsafat dan Tokohnya

1. Idealisme  Plato (469-399)
Istilah idealisme yang menunjukkan suatu pandangan dalam filsafat belum lama dipergunakan orang. Namun demikian, pemikiran tentang ide telah dikemukakan oleh Plato sekitar 2.400 tahun yang lalu.
 Menurut Plato, realitas yang fundamental adalah ide, sedangkan realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut. Bagi kelompok idealis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral manusia. Mereka juga berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar antara manusia dengan alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia juga bersifat spiritual, karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.

2. Rasionalisme Rene Descartez (1596-1650)
Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).

3. Empirisme Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679)
Asal kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).
Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.
Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena mrupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lain.


4. Kritisme   Emmanuel Kant (1724-1804) 
Aliran kritisme ini menjembatani pandangan rasionalisme dan empirisme.
Menurut kant, baik empirisme maupun rasionalisme , masing-masing kurang memadai, karena masih ada pernyataan yang bersifat sintetis analitis, misalnya: semua kejadian ada sebabnya. Sedangkan menurut Kant, berpikir adalah proses penyusunan keputusan yang terdiri dari subjek dan predikat.

5. Konstruktivisme  Giambattista Vico (tahun 1710)
Giambattista Vico mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang itu merupakan hasil kontruksi individu, melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Jean Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, baik melalui indera maupun melalui komunikasi. Pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu itu sendiri.


III. Antologi, epistimologi, aksiologi

1.      Ontologi (hakikat apa yang dikaji)
Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalsime dan empirisme.
Secara ontologis, objek dibahas dari keberadaannya, apakah ia materi atau bukan, guna membentuk konsep tentang alam nyata (universal ataupun spesifik). Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagai­mana (yang) “Ada

  1. Epistemologi (filsafat ilmu)
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sum-ber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.

  1. Aksiologi ilmu (nilai kegunaan ilmu)
Filsafat yang mempelajari nilai, yaitu etika dan estetika. Meliputi nilainilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

            IV. Tujuan dan Fungsi Filsafat

1.      Dalam kehidupan

Filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran.

2.      Dalam ilmu pengetahuan

    Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan ilmu  pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran
           
C. KESIMPULAN & PENUTUP
Filsafat merupakan ilmu yang paling mulya di antara ilmu-ilmu yang lainnya karna mencari kebenaran hakiki tentang ilmu itu sendiri, serta berfikir, kritis , tidak langsung menerima tanpa adanya pembuktian dan  pemikiran yang mendalam.
Studi filsafat akan membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual serta dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang,. mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).


         

















Post a Comment

Komentar Anda tidak merubah apapun...!