Dzawil Arham


MAKALAH
DZAWIL ARHAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Mawaris



 













Dosen Pembimbing :
SUHAEMI, S.PdI

Disusun Oleh :
Muhammad Sofiyulloh
PRODI :
Manajemen Pendidikan Islam (MPI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-YASINI
Jl. Areng-Areng Wonorejo Pasuruan

2012



DZAWIL ARHAM
Secara literal, al-rahm adalah tempat tumbuhnya anak atau janin di dalam kandungan yang bentuk jamaknya adalah arham, sedangankan menurut istilah syara  disebut sebagai setiap kerabat. Para ahli faraidh mendefinisikan dzawi al-arham sebagai setiap kerabat yang tidak memiliki bagian warisan yang telah ditentukan di dalam Alquran, Sunah Nabi, Ijma  ulama, dan dia bukan merupakan ashabah.
Dalam masalah kewarisan Dzawi al-arham ada perbedaan pendapat di kalangan ulama sejak masa sahabat, tabiin, para ahli fikih, dan para ulama setelahnya. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan warisan, namun di antara mereka ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa mendapatkan warisan.
Di kalangan sahabat yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan warisan adalah Ali ibn Abi Thalib, Ibn Masud, Ibn Abbas, Muadz ibn Jabal, Abu al-Darda, dan Abu Ubaidah ibn al-Jarah. Sedangkan di kalangan Tabiin adalah Syuraih, Ibn Sirin, Atha, dan Mujahid. Sedangkan di antara mereka yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham tidak dapat mewarisi di kalangan sahabat adalah Zaid ibn Tsabit, Ibn Abbas, Said ibn Musayyab, dan Said ibn Jubair.
Fuqaha yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan warisan adalah Abu Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama Syafii dan Maliki belakangan. Sedangkan Fuqaha yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham tidak bisa mendapatkan warisan adalah Sufyan al-Tsauri, ulama madzhab Syafii dan Maliki awal.
DASAR HUKUM
Dasar hukum yang digunakan oleh para ulama yang mengatakan tidak adanya kewarisan Dzawi al-Arham adalah bahwa 1) Allah SWT hanya mengatur kewarisan Dzawi al-Furudl dan Ashabah. Allah tidak mengatur sama sekali kewarisan Dzawi al-Arham ini, padahal Allah SWT telah berfirman: (وما كان ربك نسيا) Tidaklah mungkin kalau Allah lupa akan sesuatu (Maryam: 64). Dengan 1demikian, menambahkan Dzawi al-Arham sebagai ahli waris merupakan penciptaan syariat (tasyr) yang merupakan hak prerogatif Allah dan Rasul-Nya dan 2) Rasulullah saw pernah ditanya mengenai kewarisan bibi dari ayah dan bibi dari ibu, kemudian Rasulullah menjawab: (نزل جبريل عليه السلام وأخبرني ألا ميراث للعمة والخالة) Jibril datang kepadaku dan memberitahukan bahwa tidak ada bagian warisan untuk bibi dari ayah dan bibi dari ibu
Sementara dasar hukum yang digunakan oleh orang yang menyatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan warisan adalah 1) Firman Allah yang menyatakan: (وأولوا الأرحام بعضهم أولى ببعض فى كتاب الله) Dan Ulu al-Arham yang satu dengan yang lain ada yang lebih utama dalam kitab Allah (al-Anfal: 75). Ayat ini menunjukkan bahwa di antara kerabat Dzawi al-Arham secara umum ada yang lebih utama di antara mereka. Oleh karena itu, ketika tidak ada sifat khusus ahli waris Dzawi al-Furudl atau Ashabah, maka Dzawi al-Arham berhak maju sebagai ahli waris, karena dia juga masih kerabat Dzu Rahm.
2) Rasulullah saw pernah bersabda: (الله ورسوله مولى من لا مولا له، والخال وارث مو لا وارث له) Allah dan Rasul adalah tuan orang yang tidak memiliki tuan dan paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak memiliki ahli waris dan Rasulullah juga pernah bersabda: (الخال وارث من لا وارث له، يرثه ويعقل عنه) Paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak memiliki ahli waris, dia mewarisi dan membayara denda baginya ketika dia berbuat pidana.
Di kalangan para ulama madzhab, para ulama Maliki belakangan berpendapat bahwa dzawi al-arham dapat mewarisi apabila tidak ada ahli waris dzawi al-furudl maupun ashabah dan ketika tidak ada imam yang adil. Para ulama Syafiiyah belakangan berpendapat bahwa apabila Baitul Mal belum terbentuk, maka dzawi al-arham dapat mewarisi ketika tidak ada ahli waris dzawi al-furudl dan ashabah.
Para ulama sepakat bahwa apabila ada ahli waris dzawi al-furudl yang tidak menghabiskan harta, maka sisa harta diradd kan kepada ahli waris dzawi al-furudl. Ahli waris dzawi al-arham baru bisa mendapatkan warisan apabila tidak ada ahli waris dzawi al-furudl dan ashabah. Atau ada ahli waris dzawi al-furudl namun tidak dapat mendapatkan radd seperti suami atau isteri.
Bagi para ulama yang berpendapat bahwa dzawi al-arham dapat menerima warisan, mereka sepakat apabila ahli waris dzawi al-arham tersebut hanya seorang, maka ahli waris tersebut menghabiskan harta warisan yang ada, namun ketika ahli waris dzawi al-arham tersebut banyak, maka para ulama berbeda pendapat mengenai cara kewarisannya dalam tiga madzhab; madzhab ahl al-qarabah, madzhab ahli al-rahm, dan madzhab ahli al-tanzil.
Madzhab Ahl al-Qarabah
Madzhab ini berpendapat bahwa ahli waris dzawi al-arham memiliki kekuatan kekerabatan yang berbeda antara satu sama lain sebagaimana yang terjadi pada ahli waris ashabah. Ketentuan dalam madzhab ini adalah ahli waris dzawi al-arham yang lebih dekat dengan si mayit akan menyingkirkan ahli waris dzawi al-arham yang lebih jauh. Pendapat ini dianut oleh Madzhab Hanafi, Madzahab Hanbali, dan Madzhab Syafii
Dzawi al-Arham menurut madzhab ini ada empat kelompok; kelompok bunuwwah, ubuwwah, ukhuwwah, dan umumah. Menurut Abu Hanifah urutan dzawi al-arham yang mendapatkan warisan adalah: ubuwwah, bunuwwah, ukhuwwah, dan umumah. Sementara menurut riwayat dari Abu Yusuf urutannya adalah:
1.       Bunuwwah, yaitu anak keturunan mayit dari jalur perempuan seperti cucu dari anak perempuan dan seterusnya ke bawah dan cicit dari cucu perempuan dari anak laki-laki.
2.        Ubuwwah, yaitu orang-orang yang menurunkan mayit seperti kakek dari ibu dan seterusnya ke atas, buyut laki-laki dari kakek dari ibu dan nenek yang termasuk dzawi al-arham dan seterusnya ke atas.
3.       Ukhuwwah, yaitu orang yang dihubungkan dengan kedua orang tua mayit. Mereka adalah anak dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah baik laki-laki atau perempuan, baik saudara perempuan sekandung, seayah, maupun seibu; dan anak perempuan dari saudara laki-laki, baik saudara laki-laki sekandung, seayah, maupun seibu.
4.        Umumah, yaitu orang yang dihubungkan dengan kakek dan nenek si mayit seperti bibi secara keseluruhan, paman seibu sebagaimana urutan ahli waris ashabah.
Madzhab Ahl al-Tanzil
Madzhab Ahl al-Tanzil adalah memperlakukan ahli waris dzawi al-arham seperti ahli waris dzawi al-furudl yang menghubungkannya dengan si mayit. Seperti memperlakukan cucu dari anak perempuan atau cicit dari cucu perempuan dari anak laki-laki dengan ibu mereka masing masing, yaitu anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki. Pendapat ini dianut oleh Imam Syafii dan Imam Ahmad.
Madzhab Ahl al-Rahm
                Madzhab Ahl al-Rahm adalah madzhab yang mempersamakan dzawi al-arham secara keseluruhan. Madzhab ini tidak membeda-bedakan antara keempat kelompok; bunuwwah, ubuwwah, ukhuwwah, dan umumah. Ketika dalam pembagian warisan, keempat kelompok dzawi al-arham ini ada semua, maka masing-masing memiliki bagian yang sama. Pendapat ini dianut oleh Hasan ibn Maisir dan Nuh ibn Dzarah, di antara imam madzhab tidak ada yang memegang pendapat ini.





Post a Comment

Komentar Anda tidak merubah apapun...!